How to Keep Sane in The Insane Situation
Di komunitas Chinese, biasanya di umur-umur transisi seperti 9, 19, 29 dan seterusnya, dipercaya pada umur ini akan terjadi masalah ataupun kata halusnya ‘ujian’ agar kita naik kelas di umur berikutnya. Saya sih bukan tipe orang yang percaya akan hal-hal seperti itu, namun saya mengalaminya dan akhirnya mungkin ini sebuah masa transisi saya untuk menjadi orang yang lebih baik.
To see a rainbow, you must pass the Storm (kata orang dulu)
Sedikit banyak saya bisa bercerita tentang hal ini karena masa-masa pergolakan jiwa sudah lah lewat. Masa-masa “why, what if…” hal-hal yang mempertanyakan kebodohan dan kesalahan diri sudahlah lewat. Kalau kata sebuah lagu, Let it Go.
Mungkin saya punya sebuah ilmu baru, yaitu how to keep sane in the Insane situation. Saya sudah melewati masa-masa yang mungkin bisa membuat kewarasan saya hilang. Saya bukan tipe orang yang bisa sama-sama menangis ketika melihat ibu atau org lain menangis. Saya mungkin terlahir dengan Ego yang besar sehingga saya mudah menutupi semua itu dari orang umum. Padahal, dalam diri ini sudah hancur rasanya.
Bagaimana bersahabat dengan Keadaan
Pertama, kita harus sadar bahwa hidup ini tidak semua nya dalam kendali kita. Kita bukanlah Bruce Almighty yang bisa dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan atau merubah keadaan seperti yang diinginkan. Mungkin itulah seninya hidup ya, kalau semua yang kita mau bisa terwujud dengan petikan jari, hidup akan terasa membosankan.
Tidak semua dalam hidup ini seperti yang kita mau, harus berpikir aspek-aspek yang tidak memungkinkan apa yang kita mau. Kalau kita mau kaya dalam waktu 24 jam, memang nothing impossible itu benar adanya, tapi kita harus secara logis dan ikhlas menerima bahwa persentase untuk mewujudkannya adalah sangat kecil. Ada satu hal yang selalu diinginkan orang tapi orang lupa apa yang harus dilakukan, Proses.
Ya, Proses itu terkadang kita lupakan, kita hanya fokus terhadap hasil hingga lupa terjadinya proses itu butuh waktu juga. Kita punya ambisi, mimpi memang gratis tapi selama kaki kita masih memijak bumi, maka kita pun harus juga realistis. Menjadi realis bukanlah pesimis, menjadi realistis adalah menerima kekurangan dan ketidakmampuan kita dan berusaha berdamai dengannya sehingga kita bisa mendapatkan keinginan kita dengan cara-cara lainnya atau yang sesuai kita damaikan.
Saya sudah melewati hal tersebut, mau dari manis nya janji hingga pahit nya kemungkinan terburuk, saya terima semua dan saya tidak merespon dengan berlebihan. Saya bersiap dengan kemungkinan terburuk namun saya mencoba cara untuk mencari alternatif kemungkinan terbaik. berdamai dengan keadaan bukanlah menjadikan kita pasrah, namun malah membuat kita mencari jalan keluar dengan sebaik-baiknya untuk masalah yang ada di depan kita.
Saya berusaha waras walau keadaan sudah semakin menggila. Bisnis keluarga saya bangkrut, keluarga pun ikutan hancur, Rekan bisnis saya tidak mempercayai saya lagi, hal-hal tersebut terjadi dalam 1 kurun waktu yang bersamaan. Saya hampir gila, dan bisa saja saya gila. Orang pun memaklumi kalau tahu keadaan saya sekarang. Namun, saya memilih untuk berdamai dan melihat sisi baik dari semua keadaan yang ada, walau kehidupan saya tidak senyaman dan sebaik dulu.
Yuk, Berdamai Dengan Keadaan
Bisnis keluarga saya hancur karena sebuah sifat manusia, Greedy. Tamak menjadi alasan kenapa bisnis yang sebenarnya oke-oke saja ini bisa menjadi hancur. Saya tidak perlu menjelaskan terlalu detil, namun hal tersebut menghilangkan semua kerja keras yang keluarga saya buat dalam kurun waktu 1 dekade terakhir. Keadaan pun akhirnya membuat kedua orang tua saya sering ribut dan akhirnya memutuskan untuk berpisah. Saya pun mengambil tanggung jawab untuk menjaga ibu kandung saya, orang yang menjadi alasan kenapa saya harus tenang dan berpikir logis saat ini, ya cuma dia satu-satunya alasan saya harus cepat bangkit dan menyusun strategi ke depan. Ibu lah menjadi harapan yang ada sekarang.
Semua yang terjadi kalau diceritakan pasti tampak sangatlah buruk, namun saya berusaha melihat segala aspek positif yang ada. Yang paling pertama adalah keadaan ini mendekatkan keluarga inti saya. Kakak-kakak saya jadi lebih dekat dengan ibu yang sebelumnya sangatlah cuek dan hidup masing-masing. Adik ibu saya pun semakin peduli dan terus berkomunikasi dengan ibu. bayangkan ya, sebuah badai besar bisa menghasilkan impact yang luar biasa, yaitu menyatukan keluarga. Hal ini tidak bisa dibayar dengan uang berapa banyak jumlahnya.
Proses berdamainya saya berlanjut dengan saya lebih merefleksikan diri lebih dalam. Waktu yang lebih pelan membuat saya sadar akan segala kekurangan dan kesalahan yang telah saya perbuat. Lebih menghargai hal-hal kecil dan lebih fokus kepada hal-hal kecil. Saya kembali menata hidup saya dan menata siapa saya. Saya memperkenalkan diri saya sebagai Graphic Designer lagi selama sekian lama saya tinggalkan kerjaan tersebut, saya belajar lagi dan mengembangkan kemampuan saya yang ternyata saya sadar masih jauh dari kata bagus. Karena saya kadang lupa dengan Proses dan lupa menikmati proses karena fokus dengan hasil saja. Oleh karena itu, setahun ini saya nikmati betul proses belajar, proses pengembangan diri dan proses membagi pelajaran kepada orang yang membutuhkan.
Ya, memang tidak mudah hal ini saya lakukan. butuh waktu 6–7 bulan untuk saya berdamai dengan situasi dan menata kembali kehidupan saya ke depannya. Sekarang, saya tahu 2021 saya harus bagaimana dan 2022 saya harus bagaimana. Saya jabarkan dalam sebuah file presentasi, saya jabarkan masalah yang sedang saya hadapi sekarang dan bagaimana solusi nya dan target saya per tahunnya apa. Saya tetap hidup koq, dunia belum berakhir dan harapan itu masih terus ada asal kita terus mencarinya. Semoga tulisan ini ada lanjutannya ya. Doakan saya! (AW/2020)